HUKUM ASURANSI
A. DASAR HUKUM ASURANSI
Seperti diketahui dinegara Perancis kodifikasi hukum Perdata dan hukum Dagang diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat dalam dua Kitab yaitu Code Civil ( Kitab Hukum Perdata ) dan Code de Commerce ( Kitab Hukum Dagang ). Ini terjadi pada permulaan abad 19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang diadakan di negara Belanda untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut. Baru dalam rancangan undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan ( Wetboek Van Koophandel ) dalam tahun 1838, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa. Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul tentang asuransi pada umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku I bab 9 tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik di dalam maupun di luar KUHD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S)
“Sifat berlaku secara umum ini saya simpulkan dari :
a. Judul bab ke 9 yang berbunyi : tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya.
b. Isi rumusan pasal 248 KUHD yang berbunyi :
“Terhadap segala macam pertanggungan baik yang diatur dalam buku kesatu maupun dalam buku kedua KUHD berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut.”
Jadi apabila disimpulkan , maka buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru.
Walaupun pokok-pokok pengaturan
asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat
dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa :
“ Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD.
“ Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD.
Asuransi menurut pasal 246 KUHD
atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
a . Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
b.Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
c. Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
d. Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri gi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi :
a. bagaimana dengan peristiwa yang diperjanjikan?
b. sampai seberapa jauh causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
c. apakah bahaya datangnya dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
d. adakah kesalahan tertanggung ?
e. hal-hal yang memberatkan resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung ?
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
a . Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
b.Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
c. Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
d. Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi ,karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganri gi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi :
a. bagaimana dengan peristiwa yang diperjanjikan?
b. sampai seberapa jauh causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
c. apakah bahaya datangnya dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
d. adakah kesalahan tertanggung ?
e. hal-hal yang memberatkan resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung ?
B. PENGGOLONGAN
ASURANSI
Asuransi dapat digolongkan dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai
berikut:
1. Menurut
sifat pelaksanaannya, ada dua bentuk asuransi:
a. Asuransi sukarela, yaitu asuransi yang pada prinsipnya dilakukan dengan cara sukarela, dimana semata – mata dilakukan atas keadaan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya resiko kerugian atas sesuatu yang diasuransikan tersebut. Misalnya asuransi kecelakan, asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya.
b. Asuransi wajib, merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak – pihak yang terkait, dimana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya asuransi tenaga kerja.
2. Menurut Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian:
a. Usaha asuransi, yang dapat digolongkan lagi menjadi:
1) Asuransi kerugian atau adalah usaha yang memberikan jasa – jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
2) Asuransi jiwa atau adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalmya seorang yang dipertanggungkan.
3) Reasuransi atau adalah pertanggungan atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi suatu sistem penyebaran resiko, dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada yang lain.
b. Usaha Penunjang Asuransi, yang dapat digolongkan lagi menjadi:
1) Pialang asuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan pemyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2) Pialang reasuransi adalah yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3) Penilai kerugian asuransi adalah usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
4) Konsultan aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5) Agen asuransi adalah pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
a. Asuransi sukarela, yaitu asuransi yang pada prinsipnya dilakukan dengan cara sukarela, dimana semata – mata dilakukan atas keadaan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya resiko kerugian atas sesuatu yang diasuransikan tersebut. Misalnya asuransi kecelakan, asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya.
b. Asuransi wajib, merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak – pihak yang terkait, dimana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang – undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya asuransi tenaga kerja.
2. Menurut Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian:
a. Usaha asuransi, yang dapat digolongkan lagi menjadi:
1) Asuransi kerugian atau adalah usaha yang memberikan jasa – jasa dalam penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
2) Asuransi jiwa atau adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalmya seorang yang dipertanggungkan.
3) Reasuransi atau adalah pertanggungan atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi suatu sistem penyebaran resiko, dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada yang lain.
b. Usaha Penunjang Asuransi, yang dapat digolongkan lagi menjadi:
1) Pialang asuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan pemyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2) Pialang reasuransi adalah yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3) Penilai kerugian asuransi adalah usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
4) Konsultan aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5) Agen asuransi adalah pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
3. Menurut The
Chartered Insurance Institute, London:
a. Asuransi harta atau property insurance adalah asuransi untuk semua milik yang berupa harta benda, yang memiliki resiko atau bahaya kebakaran kecurigaan, tenggelam di laut, misalnya asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan, asuransi penerbangan, asuransi kecelakaan;
b. Asuransi tanggung gugat atau liability insurance adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kergian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung;
c. Asuransi jiwa atau life insurance;
d. Asuransi kerugian atau general insurance;
e. Reasuransi atau reinsurance.
a. Asuransi harta atau property insurance adalah asuransi untuk semua milik yang berupa harta benda, yang memiliki resiko atau bahaya kebakaran kecurigaan, tenggelam di laut, misalnya asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan, asuransi penerbangan, asuransi kecelakaan;
b. Asuransi tanggung gugat atau liability insurance adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kergian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung;
c. Asuransi jiwa atau life insurance;
d. Asuransi kerugian atau general insurance;
e. Reasuransi atau reinsurance.
4.Menurut
jangka waktunya asuransi dapat digolongkan menjadi:
• Asuransi jangka pendek
• Asuransi jangka panjang
Asuransi jiwa umumnya merupakan asuransi jangka panjang. Asuransi kerugian merupakan asuransi jangka pendek.
• Asuransi jangka pendek
• Asuransi jangka panjang
Asuransi jiwa umumnya merupakan asuransi jangka panjang. Asuransi kerugian merupakan asuransi jangka pendek.
5.Menurut
objeknya, asuransi dapat digolongkan menjadi:
• Asuransi orang ialah untuk menggantikan kerugian yang terjadi yang bersangkutan dengn seseorang untuk menjamin kelangsungan hidupnya jika sewaktu-waktum terjadi kecelakaan seperti asuransi jiwa.
• Asuransi barang untuk menggantikan kerugian yang bersangkutan yang terjadi dengan barang-barang berharga yang dimiliki misalnya asuransi pengangkutan barang.
• Asuransi orang ialah untuk menggantikan kerugian yang terjadi yang bersangkutan dengn seseorang untuk menjamin kelangsungan hidupnya jika sewaktu-waktum terjadi kecelakaan seperti asuransi jiwa.
• Asuransi barang untuk menggantikan kerugian yang bersangkutan yang terjadi dengan barang-barang berharga yang dimiliki misalnya asuransi pengangkutan barang.
C. PRINSIP-PRINSIP ASURANSI
Menurut KUH Dagang yang merupakan
prinsip dasar asuransi atau pertanggungan adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Kepentingan yang Dapat Diasuransi ( Insurable Interest)
Prinsip Kepentingan yang bisa
diasuransikan atau dipertanggungkan ini terkandung dalam ketentuan Pasal 250
KUHD yang pada intinya menentukan bahwa agar suatu perjanjian dapat
dilaksanakan, maka objek yang asuransikan haruslah merupakan suatu kepentingan
yang dapat diasuransikan (insurable interest), yakni kepentingan yang dapat
dinilai dengan uang. Dengan perkataan lain, menurut asas ini seseorang boleh
mengasuransikan barang-barang apabila yang bersangkutan mempunyai kepentingan
atas barang yang dipertanggungkan.
2. Prinsip keterbukaaan (Utmost Good Faith)
Prinsip keterbukaan (utmost good faith) ini terkandung dalam ketentuan Pasal 251 KUHD yang pada intinya menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari itikad baik.
3. Prinsip Indemnitas (Indemnity)
Prinsip Indemnitas terkandung dalam ketentuan Pasal 252 dan Pasal 253 KUHd. Menurut prinsip indemnitas bahwa yang menjadi dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi. Dengan kata lain, inti dari prinsip idemnitas adalah seimbang, yakni seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugiannya. Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip ganti kerugian hanya berlaku bagi asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang, yakitu asuransi kerugian.
Dalam KUHD diperkenankan terjadinya asuransi berganda, sepanjang asuransi dilakukan dalam itikad baik. Tetapi mengenai itikad baik ini tidak dijelaskan lebih lanjut dalam KUHD.
2. Prinsip keterbukaaan (Utmost Good Faith)
Prinsip keterbukaan (utmost good faith) ini terkandung dalam ketentuan Pasal 251 KUHD yang pada intinya menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari itikad baik.
3. Prinsip Indemnitas (Indemnity)
Prinsip Indemnitas terkandung dalam ketentuan Pasal 252 dan Pasal 253 KUHd. Menurut prinsip indemnitas bahwa yang menjadi dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi. Dengan kata lain, inti dari prinsip idemnitas adalah seimbang, yakni seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugiannya. Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip ganti kerugian hanya berlaku bagi asuransi yang kepentingannya dapat dinilai dengan uang, yakitu asuransi kerugian.
Dalam KUHD diperkenankan terjadinya asuransi berganda, sepanjang asuransi dilakukan dalam itikad baik. Tetapi mengenai itikad baik ini tidak dijelaskan lebih lanjut dalam KUHD.
4. Prinsip
Subrogasi
Subrogasi adalah penggantian kedudukan tertanggung oleh penanggung yang telah membayar ganti kerugian, dalam melaksanakan hak-hak tertanggung kepada pihak ketiga yang mungkin menyebabkan terjadinya kerugian. Prinsip subrogasi ini terkandung dalam ketentuan pasal 284 KUHD yang pada intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar prinsip lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi yang dimaksud.
Akan tetapi ada kemungkinan terjadi kerugian yang diderita oleh tertanggung tidak diganti sepenuhnya oleh penanggung. Apabila pasal 284 KUHD dilaksanakan secara ketat maka menimbulkan ketidakadilan bagi tertanggung sebab kehilangan haknya untuk menuntut ganti kerugian kepada pihak ketiga. Untuk menyelesaikan masalah itu, maka menurut Emmy Simanjuntak sebaiknya diterapkan subrogasi terbatas.
Subrogasi adalah penggantian kedudukan tertanggung oleh penanggung yang telah membayar ganti kerugian, dalam melaksanakan hak-hak tertanggung kepada pihak ketiga yang mungkin menyebabkan terjadinya kerugian. Prinsip subrogasi ini terkandung dalam ketentuan pasal 284 KUHD yang pada intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar prinsip lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi yang dimaksud.
Akan tetapi ada kemungkinan terjadi kerugian yang diderita oleh tertanggung tidak diganti sepenuhnya oleh penanggung. Apabila pasal 284 KUHD dilaksanakan secara ketat maka menimbulkan ketidakadilan bagi tertanggung sebab kehilangan haknya untuk menuntut ganti kerugian kepada pihak ketiga. Untuk menyelesaikan masalah itu, maka menurut Emmy Simanjuntak sebaiknya diterapkan subrogasi terbatas.
5. Prinsip
Sebab Akibat (Proximate Cause)
Dengan ditutupnya perjanjian asuransi, menimbulkan kewajiban
kepada penanggung untuk memberikan ganti kerugian karena tertanggung menderita
kerugian. Untuk itu harus dapat ditentukan apakah peristiwa yang menjadi
penyebab kerugian berada dalam tanggungan penanggung. Dengan perkataan lain
harus ditelaah kaitan dengan peristiwa tersebut dengan kerugian yang terjadi.
Apabila kerugian tersebut disebabkan oleh peristiwa yang tidak termasuk
penyebab kerugian yang diakui dalam asuransi, maka penanggung dibebaskan dari
kewajibannya.
6. Prinsip
Gotong Royong
Prinsip ini maksudnya penyelesaian masalah yang timbul dilakukan dengan cara bersama-sama.
Prinsip ini maksudnya penyelesaian masalah yang timbul dilakukan dengan cara bersama-sama.
D.POLIS
ASURANSI
Polis asuransi adalah akta atau
sertifikat yang berisi asuransi yang dibuat secara tertulis dan diterbitkan
perusahaan asuransi yang akan dibayarkan sesuai pertanggungan atau jatuh tempo
oleh penjaminnya (perusahaan asuransi).
Untuk setiap
perjanjian perlu dibuat bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam polis adalah :
·
Polis dibuat dengan iktikad baik dari kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian.
·
Dituliskan / disebutkan dengan tegas dan jelas mengenai hal-hal
yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak, hak-hak masing-masing pihak, sangsi
atas pelanggaran perjanjian, dan sebagainya.
·
Redaksinya harus disusun sedemikian rupa sehingga dengan mudah
dapat ditangkap maksud dari perjanjian itu, juga tidak memberi peluang untuk
menyalahtafsirkannya.
Pada dasarnya, polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu
perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi)
dengan tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah
kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan pembayaran
(premi) tertentu dari tertanggung.
Agar suatu kerugian potensial
(yang mungkin terjadi) dapat diasuransikan (insurable) maka harus
memiliki karakteristik:
1) terjadinya kerugian mengandung
ketidakpastian,
2) kerugian harus dibatasi,
3) kerugian harus signifikan,
4) rasio kerugian dapat
terprediksi dan
5) kerugian tidak bersifat
katastropis (bencana) bagi penanggung.
Penyerahan
Polis
Penanggung harus menyerahkan polis kepada tertanggung dalam
jangka waktu sebagai berikut :
·
Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara penanggung
dan tertanggung atau yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah
ditandatangani oleh penanggung harus diserahkannya kepada tertanggung ddalam
tempo 24 jam (pasal 259 KUHD).
·
Jika pertanggungan dilakukan melalui makelar asuransi (broker),
maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada
tertanggung paling lama dalam tempo 8 hari (pasal 260 KUHD).
Sekalipun secara otentik telah ditetapkan batas waktu penyerahan
polis oleh penanggung kepada tertanggung, namun di dalam praktek asuransi,
penanggung baru mau menyerahkan polis kepada tertanggung setelah dia memperoleh
pembayaran premi dari tertanggung
Fungsi Umum
Polis
·
perjanjian pertanggungan (a contract of indemnity).
·
sebagai bukti jaminan dari penanggung kepada tertanggung untuk
mengganti kerugian yang mungkin akan dialami oleh tertanggung akibat peristiwa
yang tidak diduga sebelumnya, dengan prinsip :
·
untuk mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum
terjadi/mengalami kerugian.
·
untuk menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan (total
collapse).
·
bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada
penanggung sebagai balas jasa atas jaminan penanggung.
Fungsi Polis
Fungsi Polis
Bagi Tertanggung
·
sebagai bukti tertulis atas jaminan penanggung untuk mengganti
kerugian yang mungkin akan dideritanya yang ditanggung oleh polis.
·
sebagai bukti (kwitansi) pembayaran premi kepada penanggung.
·
sebagai bukti otentik untuk menuntut penanggung bila lalai atau
tidak mematuhi jaminannya.
Fungsi Polis Bagi
Penanggung
·
sebagi bukti (tanda terima) premi asuransi dari tertanggung
·
sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada
tertanggung untuk membayar ganti rugi yang mungkin diderita oleh tertanggung.
·
sebagai bukti otentik untuk menolak tuntutan ganti rugi (klaim)
bila yang menyebabkan kerugian tidak memenuhi syarat-syarat polis.
REFERENSI :
Kasmir (2012). Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Depok :
Penerbit PT Rajagrafinda Persada.
Supriatna (2013). Keuntungan
asuransi. From http://www.anneahira.com/keuntungan-asuransi.htm, 21 Mei 2014
Aji (2013). Asuransi Definisi.
From http://www.asuransi-mobil.com/asuransi-definisi.htm, 12 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar